Powered By Blogger

Perguruan Tinggi Kesenian: Suatu Tantangan Bagi Seniman

Sabtu, 08 November 2008

Oleh Djohan Hanafiah

MASA kebesaran Sriwijaya pada abad ke-6 dan ke-9, masa lahirnya tahun 682 Masehi dan masa ekspansinya ke penjuru Nusantara. Keperkasaaan kerajaan ini karena perdagangan dan pelayarannya. Kita, pada masa sekarang ini, mewarisi kisah-kisah “glorius of the past”, kejayaan masa lalu Sriwijaya. Semangat dan gagasannya dalam bentuk cerita dan tutur yang masih perlu kita rangkai kembali. Beberapa buah prasasti yang tertulis dalam hurup Pallawa dan berbahasa Melayu Tua menukilkan tentang keabsahan serta pemujaannya terhadap agama Budha. Hanya itulah yang dapat kita ketahui dari warisan Sriwijaya. Nenek moyang kita malas dan kebetulan pula kita tak punya piranti untuk menulis; berupa alat tulis dan kertas. Dengan hanya cerita yang disampaikan secara bertutur, dari situlah kita mengenal beberapa masa lalu kita.

Pada kurun waktu yang hampir bersamaan, di negeri Tiongkok telah bangkit satu dinasti yang dikenal dalam sejarah, yaitu dinasti Tang (618-907 M). Dinasti ini menggantikan sebelumnya, yaitu dinasti Sui (581-618 M). Masa itu, Tiongkok menjadi negeri yang besar dan terkuat di dunia, karena ekonomi dan budayanya sangat maju. Dinasti Tang mewariskan kebesaran dan kejayaanya dalam bentuk kebudayaan yang sangat tinggi, yaitu seni sastra dan bentuk kesenian lain yang menjadi masterpiece dalam kebudayaan Tiongkok. Kesenian ini menjadi pembahasan di dunia saat ini.

The Book Of Songs adalah pewarisan seni sastra dinasti Tang. Buku ini merupakan kumpulan pertama kesusasteraan Tiongkok, yang sekaligus juga merupakan awal realisme dalam dalam literatur Tiongkok. Sebanyak 305 puisi dalam buku tersebut menceritakan kehidupan orang-orang biasa, pekerjaan sehari-hari, kebahagian dan kesedihan, kerja keras dan tugasnya dalam hidup penuh peperangan. Masa dinasti Tang adalah masa keemasan puisi Tiongkok. Baik dalam jumlah maupun bentuk puisi, tergambar keindahan dan tema yang sangat luas, melebihi karya puisi-puisi masa sebelumnya. Antologi puisi lengkap pada era dinasti Tang, yang diedit pada masa dinasti Qing, terkumpul hampir 5.000 syair yang ditulis oleh 2.200 penyair. Ini berarti dalam kurun 300 tahun dinasti Tang, penyairnya telah menulis lebih banyak dari 2.000 tahun sebelumnya.

Mengapa hal itu dapat terjadi?
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya. Sejak masa dinasti Sui, setiap calon pegawai negeri yang berasal dari kelompok terpelajar harus melalui satu ujian. Bentuk seleksi ini dilanjutkan pada masa dinasti Tang. Dengan seleksi dalam ujian tersebut menyebabkan para calon pegawai negeri, kebanyakan para putra tuan tanah, harus belajar keras untuk dapat mengikuti ujian tersebut. Ujian itu adalah menulis puisi, selain itu, diajarkan berpikir secara bebas. Ajaran Konfusius, Taoisme, dan Budha menjadi bahan diskusi di antara para tokoh terpelajar. Puisi dari zaman dinasti Tang dengan sendirinya merupakan harta yang tak kunjung habis. Dari segala perasaan merupakan puncak puisi Tiongkok. Rakyat Tiongkok patut bangga akan warisan yang tak ada bandingannya tersebut.

Masa-masa kejayaan berkesenian di Tiongkok diteruskan masa dinasti Song (960-1279). Pada masa ini dua bentuk kesenian yang paling menonjol, yaitu puisi dan seni lukis. Kedua bentuk seni ini menjadi kreasi dan apresiasi dari pekerjaan. Pada masa itu, seorang terpelajar penganut Konfusius sangat mahir di tiga lapangan kesenian yang berbeda. Jika dia duduk menghadap selembar kertas kosong dan mencelupkan setangkai kuas (pena) ke dalam tinta, orang tak akan dapat menerka apa yang sedang dilakukannya; apakah merangkai seuntai puisi, melukis secara cepat pemandangan alam yang romantis, atau sedang menukilkan peribahasa Tionghoa dengan aksara Cina yang indah (kaligrafi). Tiga keahlian tersebut diekspresikan dalam kuas yang sangat dekat terkait. “Puisi tak bersuara”, demikian sebutan kuno Tionghoa terhadap lukisan, sedangkan puisi khas penyair masa dinasti Song suaranya bagaikan lukisan.

Dalam suatu pesta yang ramai, di mana anggur mengalir, para hadirin akan bersaing di antara mereka dalam menulis atau melukis, dengan keseriusan. Di antara para penilai, seorang kolektor akan membawa gulungan dalam kotak-kotak mereka dan membentangkannya untuk dikagumi dan didiskusikan.

Bagaimana kondisi berkesenian itu dapat berkembang?
Jalan tercepat mengembangkan suasana berkesenian ini dilakukan oleh kaisar Hus Tsung dari dinasti Song dengan mendirikan sekolah resmi untuk berkesenian, khususnya di bidang seni lukis.

Apa yang akan dilakukan sekarang terhadap perkembangan kesenian di Sumatera Selatan?

Pada tahun 1960, untuk pertama kalinya setelah merdeka, Sumatera Selatan meresmikan sebuah perguruan tinggi negeri. Dalam pendirian perguruan tinggi tersebut dapat dipahami kalau hanya fakultas teknik, fakultas ekonomi, dan fakultas hukum yang diutamakan, karena kita baru membangun negeri ini. Mengenai masalah kebudayaan, dalam hal ini kesenian ini, tunggulah dulu. Beberapa tahun kemudian, didirikanlah pula fakultas pertanian dan fakultas kedokteran, karena tenaga terdidik dan sarjana di bidang ini sangat diperlukan. Untuk mendapatkan para pendidik didirikan satu institut, yaitu IKIP. Para seniman lagi-lagi nanti dulu untuk mengenyam pengetahuan di perguruan tinggi, alasannya akan ke mana para lulusan fakultas sastra tersebut. Alhasil anak-anak muda di daerah ini yang berminat dan siap menjadi seniman harus mencari tempat penampungan di Jakarta, Bandung, Solo, dan bahkan Medan. Karena di wilayah tersebut berkesenian telah menjadi bagian dari pendidikan dan kehidupan.

Setelah hampir setengah abad pendidikan perguruan tinggi di Sumatera Selatan masih juga meragukan kepentingan akan pendidikan bagi calon-calon seniman. Para pendidik dan sarjana di wilayah ini masih menganggap bahwa bidang kesenian adalah bidang yang marginal. Mereka hanya melihat dari sisi materialistis dan formalis. Tidak belajar dari apa yang telah diperbuat oleh Tiongkok hampir 1.500 tahun yang lalu. Bangkitnya ekonomi dan pemerintahan Tiongkok adalah karena jiwa dan semangat para civil servant negeri itu dipenuhi dengan rasa seni.

Adalah merupakan tentangan tersendiri bagi para seniman di daerah ini untuk bangkit bersama mendirikan sebuah wadah pendidikan yang mengisi dan meniupkan nafas dan semangat seni di wilayah ini. [*]

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Columnus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP